Sabtu, 25 Mei 2013

'Popstar' Melawan Iblis yang Kelewat Berkuasa







Entah apa yang ada di benak Anda soal Juergen Klopp. Pelatih ramah yang terlihat banyak nyengir,mungkin? Semua pendapat sah-sah saja. Tapi, bagi sebagian suporter Borussia Dortmund dia adalah seorang 'Popstar'.

Beberapa kalangan menilai Klopp sebagai seorang yang "gila". Citra tersebut terlihat dari gaya main Dortmund yang dipaksanya untuk melakukan pressing ketat terhadap lawan-lawan, tidak peduli siapapun itu. Maka, jangan heran jika melihat umpan yang dilepaskan Dortmund di sepertiga akhir lapangan tergolong tinggi.

Padahal, Klopp tidak terlihat seperti pelatih yang punya gaya keras. Beda halnya dengan, misalnya, Jose Mourinho yang dari air muka saja bisa terlihat bahwa dia bisa mengeluarkan komentar pedas tanpa tedeng aling-aling. Tengoklah foto-foto Klopp, dia lebih banyak mengumbar senyum. Sosoknya yang identik dengan rambut gondrong pirang, plus kacamata bergagang tebal, hanya akan mengesankan bahwa dia adalah geek pecandu komputer dari Stuttgart.

Tapi, itulah yang justru membuat sosok Klopp istimewa. Alih-alih "gila" seperti yang banyak digambarkan, saya lebih suka menyebut Klopp sebagai sosok yang "nyentrik". Kenapa "nyentrik"? Karena di balik sosoknya yang mirip bapak-bapak pecandu komputer itu, dia kerap mengeluarkan komentar cerdas. Bahkan tak jarang komentarnya terdengar arogan dan menyentil.






Simak komentarnya kepada BBC berikut ini: "Saya sudah menyaksikan begitu banyak pertandingan dalam hidup saya. Sukar dipercaya. Saya juga pernah menyaksikan pertandingan-pertandingan yang membosankan. Lalu, saya tertidur."

Klopp mengucapkannya tidak dengan berapi-api atau dengan nada merendahkan. Sebaliknya, dia justru mengucapkan kalimat-kalimat itu dengan santai, diiringi sedikit tawa, dan bahasa Inggris yang begitu fasih. Dalam komentar lanjutannya dia mengaku heran dengan tim-tim yang bermain membosankan. "Mengapa mereka memperlihatkan pemainan seperti itu di stadion yang dipenuhi 20,40, 50, 70 ribu orang? It's not okay."

Ya, di balik sosoknya yang terlihat santai itu, Klopp adalah orang yang tidak toleran terhadap sepakbola membosankan. Dia ingin timnya memperlihatkan sepakbola atraktif yang bisa dinikmati oleh para suporter. Maka, jangan heran ketika menjelang final akhir pekan ini dia mengatakan, "Mengapa kami harus mengubah gaya main hanya karena ini final?"

Dalam filosofi permainan Klopp, pertandingan manapun bisa dimenangi oleh taktik. Taktik bisa mengalahkan kemampuan individu. Namun, taktik tidak akan ada gunanya jika para pemain tidak menikmati permainan. Sepakbola juga butuh emosi, demikian katanya menjelaskan perihal menikmati permainan itu.

Dia begitu menyukai dan membanggakan Dortmund. Dalam wawancara yang sama, dia menyebut Dortmund adalah klub yang komplet, tidak hanya dari pemainan sepakbolanya yang "seksi", tetapi juga pendukungnya yang begitu luar biasa. Di luar itu, finansial Dortmund --sama seperti kebanyakan klub Jerman lainnya-- tergolong sehat. Tapi, ini juga tidak membuat Klopp berniat untuk menghabiskan seluruh kariernya di Westfallen.

"Saya tidak ingin menjadi Sir Alex Ferguson-nya Dortmund. Saya tidak bisa membayangkan diri saya berdiri di bench, di sini, ketika usia saya 69 tahun."

Sukar dipercaya. Orang yang begitu loyal terhadap sebuah klub, tapi tidak ragu-ragu mengatakan bahwa dirinya punya mimpi yang tidak terlalu panjang di klub itu. Klopp terlihat seperti rocker-rocker geek dari tanah Britania --yang kebanyakan berambut gondrong dan berkacamata gagang tebal juga-- yang kerap mengeluarkan komentar seenak perut mereka. Setidaknya Jarvis Cocker dan Noel atau Liam Gallagher demikian.


Pada lain kesempatan, Klopp dengan berani menyebut bahwa taktik Bayern Munich musim ini adalah hasil meng-copy taktik Dortmund dalam beberapa musim terakhir. Sementara, setelah mengalahkan Real Madrid di semifinal Liga Champions, dia mengatakan bahwa rasanya seperti Robin Hood yang baru saja merampas harta si kaya.

Ketika mendapatkan pertanyaan dari Guardian, mengapa Mario Goetze pindah ke Bayern, Klopp berucap seperti ini: "Begini. Lihat saja Anda, Anda bekerja untuk Guardian. Tapi, mungkin Anda bisa iri pada rekan yang bekerja untuk The Sun. Lebih banyak gaji, tapi lebih sedikit bekerja. Lebih banyak foto, lebih sedikit tulisan."

Segala tindak-tanduk pria berusia 45 tahun itu sudah membuat suporter Dortmund jatuh hati. Bukan hanya karena dia sudah memberikan mereka dua trofi Bundesliga dalam tiga musim terakhir. Sebuah kelompok band bernama Baron Von Borsig bahkan membuatkannya lagu berjudul "Kloppo Du Popstar!" (Kloppo is A Popstar!).

Lagunya tidak lebih dari tiga menit. Penuh irama dansa. Mirip lagu-lagu yang mungkin akan Anda temui di kelab disco-techno. Pada suatu kesempatan, di mana Dortmund melakukan perayaan juara, Klopp tertangkap kamera berjoget dengan cerutu di tangannya. Tidak ada rasa sungkan sama sekali darinya.

Tapi, di balik sifatnya yang terlihat begitu santai itu, Klopp juga bisa menyimpan kegetiran dan tidak ragu-ragu untuk mengutarakannya. Ini terlihat ketika Goetze memutuskan untuk pindah ke Bayern musim depan. Ketika berita itu sampai ke dirinya, Klopp langsung merasa tidak bersemangat dan bahkan membatalkan acara makan malam keluar bersama istrinya.

Apa yang ditakutkan Klopp, kepindahan Goetze akan membuat mental beberapa pemain anjlok. Bayangkan, ketika ada sebuah klub yang kekuatan finansialnya tidak luar biasa, tanpa diisi pemain bintang, tapi akhirnya sukses menguasai Jerman, para pemainnya tentu mereka cukup baik untuk meraih kesuksesan dan menundukkan tim manapun. Tapi, kemudian salah seorang pemain terbaiknya justru pindah ke klub yang secara citra lebih superior.

Saking getirnya, Klopp menyebut bahwa Bayern mirip penjahat di film James Bond, yang apapun maunya harus dituruti. Sementara, dia merasa bahwa Dortmund hanyalah supermarket yang pemainnya bisa dibeli dengan harga lebih mahal, hanya karena Dortmund tidak bisa membayar dengan harga yang sama.

Bayern memang begitu. Di Jerman mereka kerap bertindak demikian. Bayern yang kelewat berkuasa, tidak jarang mengambil pemain-pemain terbaik dari klub-klub rivalnya. Toh, tetap saja ini adalah hal yang jamak dilakukan dan bisa diperbuat klub-klub raksasa di liga manapun. Dalam khasanah sepakbola, apa yang dilakukan Bayern sah-sah saja.





Klopp juga mengeluhkan bagaimana Shinji Kagawa seperti disia-siakan Manchester United dengan dimainkan di sayap kiri. Padahal, bagi Klopp, Kagawa adalah salah satu gelandang serang terbaik yang posisi terbaiknya adalah di belakang penyerang. "Hati saya hancur melihatnya," ucap Klopp.

Minggu (26/5/2013) dinihari WIB, Klopp akan menghadapi salah satu Iblis yang membuatnya getir setengah mati, Bayern Munich --yang juga kerap disebutDie Roten Teufel (Si Iblis Merah). Tapi uniknya, mungkin di sini Klopp justru mirip-mirip dengan Iblis yang melakukan pemberontakan dalam Paradise Lost-nya John Milton. Setelah dihancurkan tanpa ampun di Bundesliga dan pemainnya dicomot layaknya buah di pasar swalayan, mungkin ini adalah panggung di mana Klopp akan melakukan pemberontakan. 

Lalu, kira-kira apa yang akan dikatakannya nanti jika pemberontakan ini sukses ,ya ?


Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar